Jumat, 12 April 2019

PSIKOLOGI GIZI

Psikologi Gizi

Psikologi Gizi merupakan cabang dari ilmu psikologi yang mengkaji kaitan antara faktor psikologis dengan gizi, tidak terlepas dari konteks biologis, sosial, dan budaya yang terikat pada setiap individu. yang membahas dari sisi psikologis terkait pemilihan makanan, diet makanan dan untuk menemukan spektrum-spektrum perilaku makan, dari perilaku makan sehat sampai adanya body dissatisfaction.

Di dalam otak kita, Perilaku sehari-hari ternyata berhubungan dengan kerja otak. Otak manusia yang mengatur kecerdasan dan emosi. Perilaku makan merupakan interaksi antara panca indera, sistem saluran pencernaan dan otak. Otak sebagai sistem saraf pusat akan bekerja sama dengan saluran pencernaan dalam proses makan tersebut.
Tidak hanya dalam hal perilaku makan, ternyata perubahan emosi manusia berhubungan dengan aktivitas otak. Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat saat ini terus mengembangkan hubungan antara emosi dengan gambaran otak manusia, baik melalui produksi zat-zat kimia yang dihasilkan oleh otak dalam keadaan sedih, marah, panik ataupun cemas, atau perubahan kadar hormon tertentu yang dihasilkan tubuh sesuai dengan perkembangan emosi kita. Daerah otak yang disebut hippocampus dan amygdala berperan dalam pengaturan emosi kita. 
• Pengaruh Psikologis, dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan, pola asuh masa dini, mood, dan stres.
• Pengaruh Biologis, berhubungan dengan aspek fisiologis terutama  hormonal dalam tubuh yang merangsang kondisi lapar dan kenyang. 
• Pengaruh Budaya, berhubungan dengan agama, suku, dan adat.
• Pengaruh Sosial, berhubungan dengan proses pembelajaran sosial, associative learning, media, dan iklan. 

Hubungan nya dengan psikologi sangat erat karena di dalam otak kita ada jiwa.

Efek lapar terhadap makan dan Moods;
Umumnya makanan mengubah suasana hati dan dorongan dalam diri, hal ini terjadi sebelum hingga setelah proses makan. Manusia cenderung lebih waspada dan mudah tersinggung saat merasa lapar sehingga mendorong perilaku mencari makanan. Kinerja mental manusia bisa terganggu oleh kebutuhan ini sehingga merugikan perilaku lainnya. Setelah makan makanan yang mengenyangkan, manusia biasanya menjadi tenang, lesu, bahkan mengantuk.
Penyerapan nutrisi cepat terdeteksi oleh otak, karena informasi disampaikan oleh saraf vagus dari usus dan hati. Ketika mood dan konteks makan diacak sebanyak sepuluh kali sehari selama seminggu, dapat disimpulkan bahwa makanan lebih cenderung menghasilkan mood yang positif daripada suasana hati netral atau negatif (Macht et al., 2004), setidaknya dalam jangka waktu singkat.Meski demikian, fenomena ini dapat diabaikan dan dapat bervariasi antar individu dan situasi. Dampak makanan atau minuman akan tergantung pada keadaan awal, ekspektasi dan sikap seseorang. 

Bahkan sangat menarik sekali bahwa  Rasa manis menimbulkan sensasi menyenangkan, sedangkan rasa pahit dan asam menimbulkan sensasi yang tidak enak. Ekspektasi tentang makanan merupakan prediksi personal dari konsekuensi makan yang bergantung pada pengalaman terhadap makanan tersebut dalam berbagai konteks.Ekspektasi tersebut tidak hanya dalam pikiran, namun juga memiliki pengaruh nyata terhadap perilaku dan fisiologi.Peningkatan mood negatif yang lebih kuat terlihat pada wanita yang melaporkan kecenderungan makan yang lebih besar sebagai respons terhadap keadaan emosional. Hal ini menyiratkan bahwa efek penguat makanan pada keadaan emosional sebelumnya harus terjadi selama proses makan daripada setelah makan. Hal ini serupa dengan temuan bahwa para pecandu cokelat (chocolate addicts) merasa lebih bersalah setelah memakan cokelat (Macdiarmic and Hetherington, 1995).Para pecandu cokelat melaporkan penurunan positif dan pengaruh negatif yang lebih tinggi sebelum makan. 


Substansi neuro yang terbukti berpengaruh terhadap makanan adalah dopamin, opioid, dan benzodiazepine. Dopamine memiliki prinsip yang mendasari aspek motivasional dari makan, dimana sistem opioid dan benzodiazepine memengaruhi munculnya rangsangan sensor makanan. Opioid memiliki neuropeptide yang dikeluarkan saat stress, yang dikenal memiliki efek adaptif seperti anti rasa sakit. Bukti dalam penggunaan Opioid adalah interaksi antar mood, stres dan makan, yang melibatkan anak-anak, pencernaan makanan manis dan berlemak, termasuk susu, dan berkurangnya frekuensi anak menangis serta kebiasaan lain yang menunjukan stres. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa orang dewasa lebih memilih makanan manis, berlemak dan makanan yang disukai untuk mediasi opioid sebagai penghilang stres. 


Senin, 08 April 2019

Kenali Perbedaan Marasmus, dan kwashiorkor

Marasmus dan Kwashiorkor

Kwashiorkor dan marasmus adalah dua contoh penyakit akibat gizi buruk (malnutrisi) yang sering kita kenal sebagai busung lapar. Meskipun keduanya hampir sama, namun kita perlu tahu bagaimana membedakan kedua kondisi tersebut satu sama lain. Dapat terjadi bila intake energi dari makanan < energi yang dikeluarkan tubuh keseimbanganenergi (-). Akibatnya terjadi penurunan berat badan. Bila terjadi keseimbangan energi negatif pada bayi dan anak-anak dalam jangka panjang dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan rentan terhadap penyakit infeksi, sedangkan pada orang dewasa yang sudah tidak mengalami pertumbuhan, penurunan BB yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan terganggunya fungsi tubuh. Pada tahap berat bayi dan anak-anak menderita marasmus dan bila disertai kekurangan protein disebut kwashiorkor. 


Lantas apa perbedaannya ..?

Ada beberapa perbedaan, antara Marasmus dan Kwashiorkor :

Marasmus
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering ditemui pada balita penyebabnya antara lain karena masukan makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan.
Ataupun Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan protein dan kilokalori yang krinis. Karakteristik dari Marasmus adalah berat badan sangat rendah 

Gejala Marasmus pada umumnya:
• Kurus kering
• tampak hanya tulang dan kulit
• otot dan lemak bawah kulit atropo (mengecil)
• Berkerut atau keriput
• layu dan kering
• Diare umum terjadi



Kwashiorkor
Keadaan gizi buruk, dan pola menyusu menyangkut budaya. Kwashiorkor adalah istilah pertama dari Afrika, artinya sindroma perkembangan anak dimana anak teesebut di sapih tidak mendapatkan ASI sesudah satu tahun karena menanti kelahiran anak beru lagi. Makanan pengganti ASI sebagian besar terdiri dari pati atau air gula, tetapi kurang protein baik kualitas dan kuantitas.


Gejala kwashiorkor
Gejala umum kwashiorkor adalah;
• pertumbuhan dan mental mundur 
• perkembangan mental apatis 
• edema 
• otot menyusut (kurus)
• depigmentasi rambut dan kulit
• karakteristik di kulit: timbul sisik, gejala itu di sebut dengan flaky paint dermatosis
• hipoalbuminemia, infliltrasi lemak dan hati yang reversibel
• atropi dan kelenjar acini dari pankreas sehingga produksi enzim untuk merangsang aktivitas enzim untuk mengeluarkan juice doudenum terhambat, diare
• anemia moderat ( selalu bentuk normokhromik, tetapi sering kali bentuk makrositik)
• masalah diare dan infeksi menjadi komponen gejala klinis
• menderita kekurangan vitamin A, di hasilkan karena ketidakcukupan sintesis plasma protein pengikat retinol sehingga seringkali timbul gejala kebutaan yang tetep atau permanen


  ILMU GIZI Penyakit Gizi Salah Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Makanan yang diberikan sehari-hari harus...